Teruntuk Kamu Yang Kutunggu
#Ladycharinda
teruntuk kamu yang aku cintai
kita sudah melewati rangkaian waktu dengan jarak yang tidak
singkat, melewati cakrawala sempit dan luas secara berkala, melewati suka
dan duka silih berganti dan kita tetap menjadi kita tanpa berusaha merubahnya
walaupun sempat terpisah oleh keadaan
teruntuk kamu yang aku cintai
apakah benar pengulangan tidak membuat keadaan sama seperti sedia
kala? jika benar adanya, kita adalah contoh nyatanya. kamu sadar bukan? aku
tidak nyaman dengan keadaan ini. asing dalam keadaan yang tidak pernah aku
bayangkan
bisa bertahankah kita? jangan berpura-pura ini baik-baik
saja sayang. jangan membuat seolah kamu tidak merasa ada yang salah dengan
kita. aku hampir mati karena kehabisan cairan, aku menangis setiap waktu
untukmu. apa ini yang kamu bilang kita baik-baik saja?
kapal kita sedang oleng sayang, oleng stabil diterjang ombak
laut yang beriak. kita harus apa? menepi? kemana? bahkan mungkin kita tidak
mempunyai tujuan lagi. ombaknya sudah menghilangkan kompas kita. tinggal
bagaimana kita berusaha tidak mengkaramkan kapal ini agar kita tidak mati dalam
badai ini
teruntuk kamu yang aku cintai
Sedetik saja aku tau kamu bahagia bersamaku, maka akan ku
lanjutkan kisah ini, tidak penting seberapa banyak tangisan yang terbuat
karenanya aku akan tetap dalam jalur yang sama. Pertanyaannya adalah apakah
kamu bahagia menjalani ini? Aku bahagia untukmu dan aku menginginkan kamu
bahagia karenaku.
Teruntuk kamu yang aku cintai
Aku lelah. Aku lelah menghadapi kamu yang bukan seperti ku kenal, mengacuhkan tanpa ingin tau apakah aku sakit akan itu? Menenggelamkan semacam harapan untuk disambut meriah. Aku bahkan tidak pernah memintamu untuk tak kemana-mana, aku hanya memintamu untuk tinggal. Seharusnya seperti itu bukan? Jika ini terlalu sulit, mengapa kamu memilih untuk berdampingan denganku kemarin?
Teruntuk kamu yang aku cintai
Detik-detik bahagia terproklamasi di fikiranku, nyatanya dia memfosil dengan sempurna, hebat bukan ingatanku? Karena inilah kamu menjadi fikiran utama bagiku. Tapi aku? Kamu bilang aku yang ke sekian. Betapa rontoknya hatiku lebur pecah kemudian tak bersisa. Nyatanya aku tak pantas untuk menjadi pemeran pendamping dalam teater hidupmu
Kamu yang kucinta mengenal dalam setiap sudut luka yang tercipta. Goresan-goresan penuh peluh secara hiperbola menghujam jantungku berkali-kali. Mendarat dengan senyuman sinis tebalikkan dari lengkungan bibirku. Kenapa masih saja sepi? Bukankah sudah kau meriahkan dengan rintihan-rintihan yang tercipta? Kenapa masih saja mendung, bukankah langit berubah menjadi merah? Rupanya kelabu masih enggan pergi dari hati ini, ia memilih tuk bersemayam disana. Mengikutimu yang kelabu tua tak berwarna. Masih berusaha menghujam jantungku demi meriahkan sepiku. Sebeginikah caramu tuk warnaiku? Memakai darahku sendiri tuk warnai hari-hari. Lebih menyedihkan dari yang ku pandangkan
Teruntuk kamu yang aku cintai
Kamu adalah pencipta setiap bait bernada puitis yang ku tulis dengan penuh rasa. Menawarkan segelas cinta di setiap fajarku. Sedikit rupanya, namun aku dapat menyesapnya setiap hari dan tidak akan menemukan gelas kosong setiap harinya. Demi tuhan itu sungguh cukup bagiku. Tapi mengapa derasnya waktu mengubahmu meninggalkan gelas yang lupa kau isi di fajarku. Sehingga aku terkadang tidak dapat mengecap apa rasa cintamu hari itu. Masih sama atau tidak. Sejumlah ragu menggelayut dalam benakku. Adakah kamu mulai tak ingin menyediakan cinta untukku? Kemana kata agung yang selalu kita sematkan dalam kata lambaian pengantar tidur itu? Kamu juga sudah melewatkan kebiasaan kita yang satu itu. Nampaknya waktu telah mengikis pondasi kisah ini. Mimpi buruk berawal.
Teruntuk kamu yang aku cintai
Aku sudah sangat lelah untuk melanjutkan perjalanan ini. Tapi ntah dari mana saja angin cinta mulai membelaiku tuk mengikuti hati. Mungkin saja aku dapat berdiri tegak dengan sisa-sisa pondasi dan keyakinanku, tapi rupanya tetap kamu ku butuhkan tuk menjadi penopangku. Bukankah kita seperti itu dulu? Saling mengayomi. Menunjukkan betapa kita dalam latar merah muda dengan bunga sakura bermekaran di sekelilingnya. Harusnya kita bertahan menjadi begitu dalam waktu yang akan datang. Tapi mengapa kamu lepaskan peganganmu sejenak? Aku oleng dan butuh asupan sayang.
Teruntuk kamu yang aku cintai
Aku bertahan, dengan sendiriku. Memilih untuk tetap dalam jalur utama. Menunggu kamu memimpin kembali. Menunggu kamu kembali. Aku sungguh merindukanmu, akan kita ulang kertas warna warni yang telah kita rencanakan dulu. Akan kita bagi tugas tuk saling berdampingan lagi.
Teruntuk kamu yang sedang ku tunggu, aku mencintaimu.
Teruntuk kamu yang aku cintai
Aku lelah. Aku lelah menghadapi kamu yang bukan seperti ku kenal, mengacuhkan tanpa ingin tau apakah aku sakit akan itu? Menenggelamkan semacam harapan untuk disambut meriah. Aku bahkan tidak pernah memintamu untuk tak kemana-mana, aku hanya memintamu untuk tinggal. Seharusnya seperti itu bukan? Jika ini terlalu sulit, mengapa kamu memilih untuk berdampingan denganku kemarin?
Teruntuk kamu yang aku cintai
Detik-detik bahagia terproklamasi di fikiranku, nyatanya dia memfosil dengan sempurna, hebat bukan ingatanku? Karena inilah kamu menjadi fikiran utama bagiku. Tapi aku? Kamu bilang aku yang ke sekian. Betapa rontoknya hatiku lebur pecah kemudian tak bersisa. Nyatanya aku tak pantas untuk menjadi pemeran pendamping dalam teater hidupmu
Kamu yang kucinta mengenal dalam setiap sudut luka yang tercipta. Goresan-goresan penuh peluh secara hiperbola menghujam jantungku berkali-kali. Mendarat dengan senyuman sinis tebalikkan dari lengkungan bibirku. Kenapa masih saja sepi? Bukankah sudah kau meriahkan dengan rintihan-rintihan yang tercipta? Kenapa masih saja mendung, bukankah langit berubah menjadi merah? Rupanya kelabu masih enggan pergi dari hati ini, ia memilih tuk bersemayam disana. Mengikutimu yang kelabu tua tak berwarna. Masih berusaha menghujam jantungku demi meriahkan sepiku. Sebeginikah caramu tuk warnaiku? Memakai darahku sendiri tuk warnai hari-hari. Lebih menyedihkan dari yang ku pandangkan
Teruntuk kamu yang aku cintai
Kamu adalah pencipta setiap bait bernada puitis yang ku tulis dengan penuh rasa. Menawarkan segelas cinta di setiap fajarku. Sedikit rupanya, namun aku dapat menyesapnya setiap hari dan tidak akan menemukan gelas kosong setiap harinya. Demi tuhan itu sungguh cukup bagiku. Tapi mengapa derasnya waktu mengubahmu meninggalkan gelas yang lupa kau isi di fajarku. Sehingga aku terkadang tidak dapat mengecap apa rasa cintamu hari itu. Masih sama atau tidak. Sejumlah ragu menggelayut dalam benakku. Adakah kamu mulai tak ingin menyediakan cinta untukku? Kemana kata agung yang selalu kita sematkan dalam kata lambaian pengantar tidur itu? Kamu juga sudah melewatkan kebiasaan kita yang satu itu. Nampaknya waktu telah mengikis pondasi kisah ini. Mimpi buruk berawal.
Teruntuk kamu yang aku cintai
Aku sudah sangat lelah untuk melanjutkan perjalanan ini. Tapi ntah dari mana saja angin cinta mulai membelaiku tuk mengikuti hati. Mungkin saja aku dapat berdiri tegak dengan sisa-sisa pondasi dan keyakinanku, tapi rupanya tetap kamu ku butuhkan tuk menjadi penopangku. Bukankah kita seperti itu dulu? Saling mengayomi. Menunjukkan betapa kita dalam latar merah muda dengan bunga sakura bermekaran di sekelilingnya. Harusnya kita bertahan menjadi begitu dalam waktu yang akan datang. Tapi mengapa kamu lepaskan peganganmu sejenak? Aku oleng dan butuh asupan sayang.
Teruntuk kamu yang aku cintai
Aku bertahan, dengan sendiriku. Memilih untuk tetap dalam jalur utama. Menunggu kamu memimpin kembali. Menunggu kamu kembali. Aku sungguh merindukanmu, akan kita ulang kertas warna warni yang telah kita rencanakan dulu. Akan kita bagi tugas tuk saling berdampingan lagi.
Teruntuk kamu yang sedang ku tunggu, aku mencintaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar