Jumat, 15 November 2013

Mengoreksi Doa Akhir dan Awal Tahun



Nama              : Mohammad Irfani

NPM               : 0620085111
Prodi             : Pend. Bahasa & Sastra Indonesia
Kelas             : Sore
Makul            : PAI

Mengoreksi Doa Akhir dan Awal Tahun

Al-hamdulillah, segala puji bagi-Nya. Dialah yang telah memperjalankan waktu dan bersumpah dengannya. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk hamba dan utusan-Nya, Muhammad bin Abdillah yang menjadi teladan dalam memanfaatkan waktu dan mengisinya. Tidak ada satu amalan yang menghantarkan ke surga dari urusan ibadah kecuali sudah dia ajarkan dan perintahkan. Tidak pula ada satu amalan yang menghantarkan ke neraka kecuali sudah dia terangkan, peringatkan dan melarangnya. Semoga shalawat dan salam juga dilimpahkan juga kepada keluarga dan para sahabat beliau.
Sesungguhnya sifat dari ibadah adalah tauqifiyyah, tidak diketahui kecuali berdasarkan wahyu. Tidak boleh menetapkan bentuk ibadah kecuali sang pemilik Syariah, yaitu Allah 'Azza wa Jalla. Karenanya seseorang tidak boleh beribadah kepada Allah Ta’ala kecuali apabila ibadah tersebut telah ditetapkan dalam nash-nash syar’i (al-Qur’an dan sunnah) bahwa itu adalah ibadah yang telah disyariatkan Allah Ta’ala. Maka tidak ada ibadah kecuali dengan dalil syar’i yang menunjukkan perintah ibadah tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3). Sungguh Allah telah menyempurnakan ajaran agama ini untuk kita. Maka setiap ajaran yang tidak Allah syariatkan bukan bagian dari syariat dien (agama) ini.
Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ ، ويُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ ، إِلا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
Tidak ada sesuatu yang bisa mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka kecuali sudah dijelaskan untuk kalian.” (HR. al-Thabrani dalam al-Kabir no. 1647 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah no. 1803) Maka persoalan yang tidak pernah dijelaskan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tentang ibadah yang bisa menghantarkan orang ke surga dan menjauhkannya dari neraka bukan bagian dari dien (agama) Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata, “Dengan meneliti dasar-dasar syariat kita mengetahui bahwa ibadah-ibadah yang telah Allah wajibkan dan Dia cintai tidak diperintahkan kecuali dengan syariat. Sedangkan adat adalah persoalan yang biasa dikerjakan orang tentang urusan dunia yang mereka butuhkan, maka hukum dasarnya tidak dilarang. Tidak boleh dilarang kecuali apa yang Alah dan Rasul-Nya larang. Hal itu, karena perintah dan larangan adalah syariat Allah Ta’ala. Ibadah haruslah ada perintahnya, sehingga apa yang tidak ditetapkan sebagai perintah, maka tidak bisa disebut ibadah. Dan apa saja dari persoalan adat yang tidak ada larangannya, maka tidak boleh dilarang.
Karena itulah Imam Ahamd dan lainnya dari kalangan ulama hadits berkata, ‘Sesungguhnya prinsip dasar dalam ibadah adalah tauqif, tidak disyaiatkan kecuali apa yang Allah Ta’ala syariatkan, jika tidak demikian maka kita termasuk dalam firman Allah, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Al-Syuura: 21). . . “ (Majmu’ Fatawa: 29/16-17)
Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullaah berkata, “Semua ibadah adalah tauqifiyah. Maka apa saja yang Allah dan Rasul-Nya syariatkan secara umum, dia diperintahkan juga secara umum. Dan apa saja yang disyariatkan dengan ditetapkan pada waktu dan tempat tertentu maka kita menetapkan waktu dan mengikatkan (membatasinya) dengan tempat dan waktu.” (Fatawa wa al-Rasail Muhammad bin Ibrahim: 6/75)
Para ulama di Lajnah Daimah dalam fatwanya mengatakan, “Semua ibadah dibangun di atas tauqif. (Artinya) tidak boleh dikatakan ini adalah ibadah secara dasarnya, jumlahnya, bentuk palaksanaannya, atau tempatnya kecuali dengan dalil syar’i yang menunjukkan atas hal itu.” (Fatawa Lajnah daimah: 3/73)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Dasar pokok dalam urusan ibadah adalah dilarang. Maka seseorang tidak boleh beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak Dia perintahkan, baik dalam kitab-nya ataupun dalam sunanh Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wasallam. Jika seseorang ragu dalam satu amalan, apakah dia termasuk ibadah atau bukan, maka hukum dasarnya dia bukan ibadah sehingga ada dalil yang menunjukkan itu ibadah.” (Fatawa Nuur ‘ala darb: 1/169)
Doa Khusus Di Akhir dan Awal Tahun
Salah satu amalan ibadah yang sangat masyhur di masyarakat dalam menyambut tahun baru hijriyah adalah bacaan doa berjamaah pada setiap akhir dan awal tahun Hijriah. Doa akhir tahun dibaca sesudah shalat ‘Ashar, sedangkan awal tahunnya dibaca sesudah shalat maghrib.
Sesungguhnya doa termasuk amal ibadah yang sangat mulia. Bahkan termasuk inti dari ibadah. “Sesungguhnya doa adalah ibadah.” (HR. Ahlus Sunan kecuali al-Tirmidzi)
Tidak ada sesuatu yang lebih mulia bagi Allah daripada doa.” (HR. Ibnu Hibban dan al-hakim dari Abu Hurairah)
Namun mengikat ibadah doa dengan bacaan, tatacara dan waktu tertentu, sehabis Ashar dan ba’da magrib pada akhir dan awal tahun, tidak memiliki dasar perintah khusus. Maka kita tidak boleh mengikat ibadah doa dengan waktu tersebut karena Al-Qur’an atau sunnah shahihah tidak ada yang menyebutkan mengenai printahnya secara umum di akhir dan awal tahun, tentang tatacaranya, jumlahnya, waktu dan tempatnya.
Memang ada riwayat yang dijadikan sandaran oleh orang-orang yang meyakini adalah ibadah yang utama dengan pahala dan keutamaan tertentu. Di antara  berdalil yang dijadikan sandaran adalah beberapa riwayat tentang fadilah membaca doa tersebut, antara lain sebagai berikut:
“Barangsiapa membacanya syaitan akan berkata: Kami telah penat letih bersamanya sepanjang tahun, tetapi dia (pembaca doa berkenaan) merusak amalan kami dalam masa sesaat (dengan membaca doa tersebut).”
Mengenai nas hadits tersebut, Jamaluddin Al-Qasimy menerangkan riwayat ini tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits shahih, dan tidak juga di dalam kitab-kitab hadits maudhu’ (palsu). (Islahul Masajid: 108). Maka nas di atas tidak pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. Kenyataannya, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, para shahabat dan para tabiin tidak pernah mengamalkan doa tersebut.
Ini telah diakui oleh beberapa ulama seperti Abu Syamah (seorang ulama Syafi’iyah wafat pada tahun 665H), Muhammad Jamaluddin Al-Qasimiy (Islahul Masajid:129), Muhammad Abdus Salam As-Shuqairy (As-Sunan wal-Mubtadaa’at:167), dan DR. Bakr Abu Zaid (Tashihhud Doa:108), yang menegaskan bahwa “Doa awal dan akhir tahun” tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SA, para shahabat, tabiin, atau tabi’ut tabiin.‎
Di dalam hal ini kita haruslah berhati-hati, karena seseorang yang telah mengetahui bahwa derajat hadits itu palsu tetapi tetap meriwayatkannya sebagai hadits, maka ia akan termasuk dalam ancaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam:“Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tampat duduknya di Neraka.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain pula, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:‎ "Barangsiapa yang meriwayatkan dariku sepotong hadits sedangkan dia tahu bahwa hadits itu palsu, maka dia adalah salah seorang pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya: I/62)
Kemudian, ada sebahagian golongan pula yang berdalih bahwa doa tersebut sebenarnya adalah sebagian dari amalan para salafus shalih karena fadilah doa tersebut diterangkan dalam kitab “Majmu’ Syarif”, tetapi bukan di dalam bentuk hadits.
Perkara ini sangatlah menyesatkan dan berbahaya, karena di antara fadilah doa tersebut diriwayatkan bahwa akan diampuni dosa-dosanya setahun yang lalu dan konon syaitan akan berkata: “Kami telah penat letih bersamanya sepanjang tahun, tetapi dia merusak amalan kami dalam masa sesaat (dengan membaca doa tersebut).
Ini semua adalah perkara-perkara gaib yang tidak boleh diimani kecuali daripada sumber wahyu yaitu Al-Qur’an atau Sunnah. Oleh karena, Al-Qur’an dan Sunnah tidak menyebutkan fadilah-fadilah tersebut, maka bagaimanakah boleh seseorang mengetahui bahwa syaitan berkata demikian dan sebagainya dan beriman dengannya?
Kesimpulan:
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tidak pernah mengajarkan doa akhir tahun atau awal tahun. Yang diajarkan beliau adalah doa awal bulan hijriyah atau ketika melihat hilal. Karenanya merutinkan doa tersebut dengan berharap janji dalam riwayat-riwayat yang disebutkan di atas tidak dibenarkan.
Kita tidak boleh menetapkan adanya ibadah doa khusus pada akhir dan awal tahun kecuali dengan dalil, karena itu termasuk ibadah khusus yang terikat dengan waktu. Dan ibadah tidak ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i dari Al-Qur’an dan Sunnah. Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 1 Muharram. Seperti kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu bagaimanakah pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram? Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.
Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram
Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”[1]
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”[2]
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.  Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”[3]
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”[4]
Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)
Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[5]
Bulan Muharram betul-betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.[6]
Perkataan yang sangat bagus dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53), beliau rahimahullah mengatakan, ”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Alullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut. Bulan Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini sebelumnya adalah Shofar Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah, sedangkan bulan inilah yang memakai nama islami dan disebut Muharram. Bulan ini adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun melakukan puasa tathowwu’ (puasa sunnah) pada sebagian bulan, maka itu masih lebih utama daripada melakukan puasa sunnah pada sebagian hari seperti pada hari Arofah dan 10 Muharram. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab. Bulan Muharram memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”[7]
Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi, ”Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?”
Beliau rahimahullah menjawab, ”Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram).[8]
Dengan melihat penjelasan Az Zamakhsyari dan Abul Fadhl Al ’Iroqiy di atas, jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan istimewa.
Menyambut Tahun Baru Hijriyah
Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?
Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.”[9] Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.[10]
Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.
Amalan Keliru dalam Menyambut Awal Tahun Hijriyah
Amalan Pertama: Do’a awal dan akhir tahun
Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.
Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan.[11]
Amalan kedua: Puasa awal dan akhir tahun
Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta'ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”
Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:
  1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181)  mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
  2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
  3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.[12]
Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.
Amalan Ketiga: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah
Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau  membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[13]
Penutup
Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.
Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.[14]
Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”[15]
Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Diselesaikan di wisma MTI (secretariat YPIA), 30 Dzulhijah 1430 H.


[1]Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 217, Tahqiq: Yasin Muhammad As  Sawas, Dar Ibnu Katsir, cetakan kelima, 1420 H.
[2] HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679
[3] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, tafsir surat At Taubah ayat 36, 3/173, Mawqi’ At Tafasir.
[4] Kedua perkataan ini dinukil dari Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali.
[5] HR. Muslim no. 2812
[6] Lihat Tuhfatul  Ahwadzi, Al Mubarakfuri, 3/368, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
[7] Lihat Faidul Qodir, Al Munawi, 2/53, Mawqi’ Ya’sub.
[8]Syarh Suyuthi li Sunan An Nasa’i, Abul Fadhl As Suyuthi, 3/206, Al Maktab Al Mathbu’at Al Islami, cetakan kedua, tahun 1406 H.
[9] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tafsir surat Al Ahqof: 11, 7/278-279, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[10] Idem
[11] Lihat Majalah Qiblati edisi 4/III.
[12] Hasil penelusuran di http://dorar.net
[13] HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269
[14] HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi
[15]Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi.

NAMA-NAMA BULAN DI TAHUN HIJRIYAH DAN KEUTAMAANNYA

1.      MUHARRAM
Bulan muharram adalah bulan pertama pada tahun HIJRIAH dan salah satu dari empat bulan yang di hormati. MUHARRAM berarti diharamkan. Kita di sunatkan untuk membaca do'a awal tahun yang waktunya dilaksanakan selepas manunaikan ibadah shalat maghrib.
Di bulan MUHARRAM mengandung berbagai peristiwa penting dalam perkembangan ISLAM sejak nabi ADAM di jadikan oleh ALLAH S.W.T. Satu kelebihan pada bulan MUHARRAM adalah pada hari kesepuluh yang di kenal dengan hari 'ASYURA. Pada hari tersebut di sunatkan berpuasa bagi umat Islam. AL IMAM AT TARMIZI meriwayatkan dari ABU QUTADAH bahwa RASULULLAH bersabda yang artinya:
"Berpuasa pada hari 'ASYURA akan termasuk dalam hitungan ALLAH S.W.T bahwa puasa ituakan menutup dosa setahun sebelumnya". Kelebihan berpuasa di bulan MUHARRAM sebagaimana di riwayatkan oleh IMAM MUSLIM dari ABU HURAIRAH RA. RASULULLAH SAW bersabda yang artinya: "Puasa yang utama (afdal) sesudah bulan RAMADHAN ialah puasa di bulan MUHARRAM". 

2.      SAFAR
SAFAR adalahbulan kedua mengikuti perkiraan bulan calender ISLAM yang berdasrkan tahun Qamariyah (perkira'an bulan mengelilingi bumi). Safar yang berarti kosong dan dinamakan safar karena di bulan ini orang-orang arab sering meninggalkan rumah tangga mereka menjadi kosong karena melakukan serangan dan menuntut pembalasan pada musuh-musuh mereka. Menurut kepercayaan turun temurun setengah orang ISLAM yang jahil, bulan safar ini merupakan bulan turunnya bencana dan malapetaka khusunya pada hari rabu di minggu terakhir. Oleh karena itu mereka melakukan semacam ritual-ritual untuk menolak malapetaka yang mereka percayai itu. Selama berpuluh tahun bahkan sampai beratus tahun lamanya mereka telah mengamalkan mandi-manda dan berpesta yang di kenali dengan "mandi safar" pada hari rabu di minggu terakhir pada bulan safar ini. Kebanyakan dari mereka tidak maumengadakan resepsi pernikahan di bulan ini. Sebenarnya bencana dan malapetaka itu tidak hanya terjadi di bulan SAFAR saja namun juga berlaku di bulan lainnya. Dan tentunya ISLAM melarang keras kepercayaan tersebut sebagaimana ALLAH S.W.T berfirman dalam Q.S ATTAUBAH ayat 51 yang artinya: "Katakan lah (wahai MUHAMMAD): tidak akan sekali-kali menimpa kami sesuatu apapun melainkan apa yang telah di tetapkan oleh ALLAH S.W.T bagi kami. DIA lah pelindung yang menyelamatkan kami, dan (dengan kepercayaan itu), maka hanya kepada ALLAH S.W.T lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal". Oleh sebab itu kita sebagai umat ISLAM yang beriman hendaklah membuang prasangka itu. Dan membuang semua kepercayaan yang percaya kepada sebuah benda atau lain sebagainya supaya kita terlepas dari yang namanya syirik.

3.      RABIUL AWAL
RABIUL AWAL adalah bulan ke tiga menurut tahun ISLAM. RABIUL AWAL berarti musim bung yang pertama. Bulan ini termasuk kepada bulan yang terkenal bagi umat ISLAM. Karena pada bulan ini lah Nabi MUHAMMAD SAW di lahirkan yakni lebih tepatnya pada tanggal 12 RABIUL AWAL. Kemudian menjadi RASUL pada tanggal 9 rabiul awal dan wafat pada tanggal 12 RABIUL AWAL juga. ALLAH S.W.T berfirman dalam Q.S ALI IMRAAN ayat 31-32 yang artinya:
"Katakanlah (wahai MUHAMMAD): Jika benar kamu mengasihi ALLAH S.W.T maka ikutilah Aku, niscaya ALLAH S.W.T mengasihi kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu.Dan (ingatlah) ALLAH S.W.T maha pengampun lagi maha mengasihani. Katakanlah (wahai MUHAMMAD) ta'atlah kamu kepada ALLAH S.W.T dan RASUL-NYA. Oleh itu jika kamu berpaling, maka sesungguhnya ALLAH S.W .T tidak suka kepada orang-orang yang kafir".

4.      RABIUL AKHIR
RABIUL AKHIR adalah bulan ke empat pada tahun hijriah. RABIUL AKHIR juga dikenal sebagai RABIUL TSANI yang berarti musim bunga yang kedua.
5.      JAMAIDIL AWAL
JAMAIDIL AWAL yaitu bulan ke lima pada calender ISLAM yang berarti adalah musim sejuk yang pertama.
6.      JAMAIDIL AKHIR
JAMAIDIL AKHIR ialah bulan ke enam pada tahun HIJRIAH dan pada bulan ini terjadi suatu peristiwa yang di sebut dengan perang zi qarad. Dalam peperangan ini tercatat kehebatan ISLAM pada zaman RASULULLAH SAW. Tentara ISLAM yang hanya memiliki 30.000 orang mengalahkan tentara rom yang memiliki lebih dari 100.000 orang. Tentara ISLAM di pimpin oleh Khalid bin Al Walid dan Abu 'Ubaidah. Dan ada juga yang mempunyai pandangan dengan mengatakan peperangan itu terjadi pada bulan rejab tahun ke - 15 HIJRIAH.
7.      REJAB
REJAB yaitu bulan ke tujuh dalam calender ISLAM yang berarti kebesaran. Bulan ini merupakan bulan yang mulia dalam ISLAM bahkan smenjak zaman jahiliah dulunya. REJAB termasuk salah satu bulan-bulan haram yang empat. Di dalam bulan ini kita di anjurkan memperbanyak amalan ibadah dan menjauhkan diri dari segala macam perbuatan maksiat serta kemungkaran. Amalan puasa di bulan REJAB adalah salah satu cara untuk menambah pahala amal ibadah kita untuk menjauhkan diri dari segala macam maksiat. Sesungguhnya barang siapa yang mendahagakan dirinya dengan berpuasa di dalam bulan ALLAH S.W.T (Bulan REJAB) maka ia memperoleh ganjaran dari ALLAH S.W.T. Selain itu kita juga di anjurkan untuk membaca ISTIGHFAR sebanyak banyaknya dan melakukan ibadah-ibadah lainnya.\
8.      SYA'ABAN
     SYA'ABAN adalah bulan ke delapan pada calender ISLAM yang berarti berpecah belah. Bulan ini dinamakan demikian karena orang-orang arab berpecah belah untuk pergimencari air. Dalam bulan ini juga terjadi peristiwa penting dalam sejarah ISLAM yaitu peralihan kiblat dari MASJID AL-AQSA ke KA'BAH di MASJIDIL HARAM. Semenjak peristiwa itu setiap menunaikan shalat dengan menghadap ke ka'bah sebagai kiblat.
     SYA'ABAN merupakan salah satu bulan yang mempunyai keistimewaan tersendiri di dalam ISLAM. Keadaan ini samalah dengan bulan REJAB dan RAMADHAN yang mepunyai keistimewaan tersendiri. Oleh karenanya kehadiran bulan-bulan ini selalu di tunggu oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada ALLAH S.W.T sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh AL IMAM ABU DAUD dari AISYAH RA yang artinya: "Bulan yg paling di cintai oleh RASULULLAH SAW akan berpuasa di bulan SYA'ABAN kemudian akan meneruskannya di bulan RAMADHAN". Pada bulan ini juga terdapat suatu malam yang di namakan dengan malam NISFU SYA'BAN dan kita juga di himbau untuk melakukan amalan dengan membaca AL-QUR'AN dan surah YAASIN untuk menghidupkan kembali malam tersebut. AL IMAM IBNU MAJAH meriwayatkan dari ALI RA yakni RASULLULAH SAW bersabda yang artinya: "Apabila tiba malam pertengahan SYA'BAN maka hendaklah menghidupkan malam itu (dengan beramal ibadah) dan berpuasa di siangnya, maka sesungguhnya ALLAH S.W.T turun pada waktu itu lantaran terbenamnya matahari ke langit dunia dan berfirman: "Siapa yang memohon ampun maka AKU akan mengampuninya, siapa yang meminta rezeki maka AKU akan karuniakan kepadanya rezeki, siapa yang di timpa musibah maka AKU akan melepaskannya, adakah kamu...adakah kamu...adakah kamu...(berurutan pertanyaan dari ALLAH S.W.T) sehingga terbitnya fajar SHUBUH".
9.      RAMADHAN
RAMADHAN yaitu bulan ke sembilan di tahun HIJRIAH yang mempunyai banyak kelebihan. Berikut ada beberapa hadis yang menyebutkan keutama'an tentang bulan RAMADHAN.
  • ABU HURAIRAH menyatakan RASULULLAH SAW bersabda yang artinya: 
"Apabila telah tiba RAMADHAN, maka di bukakanlah semua pintu Syurga dan di tutup segala pintu Neraka dan di ikat segala seytan." hadits di riwayatkan: IMAM BUKHAIRI, MUSLIM, NASAI'E,AHMAD dan BAIHAQI.
  • Dari ABU HURAIRAH RASULULLAH SAW bersabda yang artinya: "Siapa yang berpuasa penuh di bulan RAMADHAN dengan penuh keimanan dan keikhlasan niscaya akan diampuni segala dosanya yang telah lalu. hadits riwayat: IMAM NASAI'E, IBN MAJJAH, IBN HABBAN dan BAIHAQI.
  • ABU HURAIRAH berkata aku telah mendengar RASULULLAH SAW bersabda yang artinya: "SHALAT FARDHU kepada SHALAT yang sebelumnya merupakan penebus apa antara keduanya, dan JUM'AT kepada JUM'AT yang sebelumnya merupakan penebus antara keduanya, dan bulan kepada bualan (yaitu RAMADHAN) merupakan kaffarah antara keduanya melainkan tiga golongan: Syrik kepada ALLAH S.W.T, meninggalkan sunnah dan perjanjian (dilanggar) telah berkata ABU HURAIRAH: maka aku tahu perkara itu akan berlaku maka aku bertanya wahai RASULULLAH adapun syrik dengan ALLAH S.W.T telah kami tahu maka apakah perjanjian dan meninggalkan sunnah BAGINDA SAW bersabda: adapun perjanjian engkau membuat perjanjian dengan orang lain dengan sumpah kemudian engkau melanggarnya maka engkau membunuhnya dengan pedang engkau, manakala meninggalkan sunnah maka keluar dari pada jama'ah (ISLAM)
hadits riwayat: AHMAD, AL HAKIM, BAIHAQI
  • Dari ABI SOLEH AZ-ZAYYAT bahwa ia telah mendengar ABU HURAIRAH berkata RASULULLAH teleh bersabda yang artinya: "Setiap amalan anak ADAM baginya melainkan puasa untukKU dan AKU akan membalasnya. Dan puasa adalah perisai, maka apabila seseorang berada pada hari puasa maka dia dilarang untuk menghampiri (bercumbu) pada hari itu dan tidak meninggikan suara. Sekiranya dia di hina atau di serang maka dia berkata: sesungguhnya aku berpuasa demi ALLAH S.W.T yang mana diri nabi MUHAMMAD di tangan NYA maka perubahan bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi ALLAH S.W.T pada hari kiamat dari pada bau kasturi, dan bagi orang berpuasa dua kegembiraan dengan waktu berbukanya dan apabila bertemu dengan ALLAH S.W.T dia gembira dengan puasanya.
hadits riwayat: IMAM BUKHAIRI, MUSLIM, NASAI'E, AHMAD, IBN KHUZAIMAH, IBN HABBAN, dan BAIHAQI.
  • ABU HURAIRAH berkata: aku telah mendengar RASULULLAH SAW bersabda yang artinya: "Siapa yang mendirikannya (puasa RAMADHAN) penuh keimanan dan keikhlasan di ampunkan baginya dosanya yang telah lau. hadits riwayat: BUKHAIRI, MUSLIM, TARMIZI, ABU DAUD, NASAI'E, MALIK, AHMAD dan BAIHAQI

10.  SYAWAL
SYAWAL merupakan bulan ke sepuluh pada tahun HIJRIAH dan juga sebagai puncak kegembiraan bulan puasa dengan datangnya HARI RAYA IDUL FITRI. Dan di ketika itu semua golongan dari anak-anak remaja dewasa dan para orang tua lengkap dengan persiapannya masing-masing. HARI RAYA IDUL FITRI bertujuan untuk merayakan kejayaan dan kemenangan yang telah di peroleh selama berpuasa di bulan RAMADHAN. Maka mereka akan berkumpul d MASJID ataupun di lapangan yang luas untuk menunaikan SHALAT ID berjama'ah sambil berzikir, bertakbir, tahlil, dan bertasbih.
AL-IMAM AT-TABARANI telah meriwayatkan dari ANAS bahwa RASULULLAH SAW bersabda yang artinya: "Hiasilah hari raya kamu itu dengan TAKBIR"
Dalam bulan SYAWAL ini juga banyak terdapat amalan amalan seperti puasa enam. AL-IMAM IBNU MAJAH telah meriwayatkan dari ABU AYYUB bahwa RASULULLAH SAW bersabda yang artinya:
"Barang siapa berpuasa di bulan RAMADHAN di ikuti puasa enam hari di bulan SYAWAL adalah menyerupai puasanya itu puasa setahun".
Puasa ini lebih afdhal dilakukan selepas hari raya dengan berturut turut.

11.  ZULKAEDAH
     ZULKAEDAH adalah bulan ke sebelas di tahun HIJRIAH yang berarti tempat duduk. Peristiwa-peristiwa bersejarah yang berhubungan dengan ibadah haji dan umrah terjadi pada bulan ini yaitu RASULULLAH SAW telah memimpin umat ISLAM menuju MEKAH untuk mengerjakan UMRAH yang pertama.


12.  ZULHIJJAH
ZULHIJJAH yaitu bulan terakhir yakni bulan ke dua belas di tahun hijriah. Pada bulan ini juga umat ISLAM merayakan HARI RAYA IDUL ADHA. Semua umat ISLAM merayakan HARI RAYA IDUL ADHA pada tanggal 10 ZULHIJJAH dan akan dilaksanakannya amalan lain setelah itu yaitu dengan menyemblih hewan qurban. Amalan menyemblih hewan qurban merupakan salah satu bukti keikhlasan dan ketaqwaan kita dalam menghidupkan syiar agama ISLAM.
Berkorban itu hukumnya sunat, dan fadhilat yang di peroleh dari berkorban sangatlah besar diantaranya:
  • Menambah amal kebajikan
  • Sebagai penebus dosa
  • mendapat tempat yang mulia di sisi ALLAH SWT
Pada bulan ini juga kita di sunatkan untuk berpuasa yakni puasa ARAFAH. AL-IMAM UBNU MAJAH telah meriwayatkan dari ABU QATADAH bahwa RASULULLAH SAW bersabda yang artinya:
"Puasa pada hari arafah akan termasuk dalam hitungan ALLAH S.W.T bahwa puasa itu akan menutup dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya".
Maksud dari menutup dosa adalah diampukan semua dosa kecil yang telah dilakukannya kecuali terhadap dosanya sesama manusia, jika ia tidak mempunyai dosa kscil maka ALLAH S.W.T akan meninggikan derajatnya dan memeliharanya dari pada melakukan dosa.
Semoga kita tergolong kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada ALLAH S.W.T Amien...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar