Sumber : Riwayat dan Pengalaman Hidup Sang Penulis
Editor : Erfany's Sandiaga
Nama tokoh disamarkan demi kerahasiaan
Nama tokoh disamarkan demi kerahasiaan
Oleh : CS Rusdi
Nita adalah seorang gadis berusia 15
tahun, dia hidup sederhana dengan ibu dan ayahnya yang masih dalam kondisi
struk. Meskipun seperti itu, Nita adalah remaja yang ceria dan ramah.
Pagi ini saat Nita mendengar suara
lembut ibunya membangunkannya dari tidur dan membuatnya merasa lebih baik.
“Nita….!”
Panggil ibunya.
“Iya bu” sahut Nita.
“Ayo bangun dan
mandi!”
“Baiklah bu…”
Nita bangun dan turun dari tempat
tidurnya untuk bergegas menuju kamar mandi. Selesai mandi, Nita pergi ke
sekolah tanpa lupa pamit dan sarapan. Dalam perjalanan ke sekolah seperti biasa
Nita menghampiri temannya terlebih dahulu. Sesampai di rumah temannya Nita
harus menunggu temannya yang masih sarapan. Kemudian mereka berangkat menuju
sekolahnya. Sesampai di sekolah, Nita dan Andin mengikuti pelajaran seperti
biasa sampai saat pulang sekolah tiba. Dalam perjalanan pulang Nita memulai
percakapan dengan Andin.
“Din, entah kenapa saya merasa hari ini
lancar sekali. Mulai dari ibuku yang terlihat bahagia dan kondisi ayahku yang
makin membaik…” tanya Nita.
“Bagus dong
Nit?” Jawab Andin.
“Iyo sie,
Alhamdulillah!” Sahut Nita sambil melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.
Sesampai di rumah dengan wajah bahagia
Nita dikejutkan dengan tangisan ibunya. Nita bingung dan langsung masuk ke
dalam rumah, tanpa disangka Nita melihat ayahnya yang terbujur kaku diatas
ranjang kesayangan ayahnya. Saat melihat ayahnya, Nita hanya bisa diam dan
menatap wajah ayahnya dalam-dalam sambil mengeluarkan air mata. Nita menangis
dalam diamnya. Ibunya yang terlalu terpukul memeluk Nita dengan erat sambil
berkata “Nita,… ayahmu?” sambil terus mengeluarkan air mata.
Tak ada kata dimulut Nita. Dia hanya
bisa diam dan terpaku. Nita berjalan keluar rumah dan berhenti di sebuah pos
kamlingdi kampungnya. Dia duduk diam sambil berfikir kenapa ini bisa terjadi?.
Andin tetangga sekaligus teman dekat
Nita mendekatinya dan duduk disampingnya. Mereka duduk diam bersama-sama tanpa
mengeluarkan sepatah kata pun selama 15 menit. Setelah 15 menit berlalu Nita
menatap Andin dengan mata berkaca-kaca. Andin membalas tatapannya dan tiba-tiba
Nita memeluk Andin sambil menangis dengan sangat keras.
“Sabarlah Nit…
ini sudah takdirnya!” ucap Andin.
“Saya tak tahu
harus bagaimana Din? Saya bingung! Pagi tadi saya baru saja melihat ayah saya
membuka matanya, kenapa sekarang?” tanya Nita sambil menangis.
“Saya pun tak
tahu Nit, tapi kalau ini yang terjadi berarti ini yang terbaik.” Jawab Andin.
Nita tak membalas pernyataan dari Andin,
dia hanya bisa menangis. Tak lama Andin mengantar Nita pulang untuk ikut
memandikan jenazah ayahnya. Tibalah waktu dimana jenazah almarhum ayah Nita
dimakamkan. Di pemakaman Nita kembali terdiam karena tak pernah menyangka semua
ini akan terjadi. Saat prosesi pemakaman selesai para pelayat melangkah
meningngalkan pemakaman tapi Nita masih dalam diam duduk disamping makam
ayahnya. Ibunya mengajaknya pulang ke rumah tetapi Nita menolaknya karena dia
masih belum bisa menerima sepenuhnya keadaan yang terjadi pada ayahnya.
Selang berapa jam Nita baru bisa
berfikir nyata dan mencoba menerima kenyataan. Dia berjalan pelan meninggalkan
pemakaman menuju rumahnya.
Malam tiba dan pengajian pun dimulai.
Saat pengajian dilakukan Nita hanya bisa diam di dalam kamarnya sambil
mengenang kasih sayang yang diberikan ayahnya saat beliau masih hidup, itu
berlangsung selama satu minggu.
Hari demi hari dia lalui dengan terus
bertanya-tanya dalam benaknya atas apa yangn terjadi kepada ayahnya. Nita berubah
menjadi gadis pendiam dan suka menyendiri, hanya Andin yang selalu menemani
Nita dan mengerti perasaan Nita. Ibu dan kakak Nita pun khawatir dengan kondisi
psikologis Nita karena karena mereka
tahu bahwa Nita sangat dekat dengan ayahnya.
Dengan berbagai cara keluarga Nita
membujuk Nita untuk bercerita apa yang dirasakannya tetapi Nita tak pernah
bicara. Sikap diam Nita berjalan selama hampir 3 tahun, dia menyimpan segala
gejolak di dalam pikirannya dan kesedihan karena kematian ayahnya.
Waktu berjalan dan Nita pun lulus SMA.
Saat kelulusan dia kembali merasa kehilangan ayahnya karena semua temannya
datang untuk melihat pengumuman kelulusan dengan ayahnya sedangkan dia hanya
ditemani kakak laki-lakinya. Setelah nita dinyatakan lulus dia bingung harus
seperti apa dan berjalan kemana. Akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi yaitu Universitas. Meskipun Nita tidak yakin bisa
berkomunikasi dengan orang baru.
Pendaftaran masuk universitas telah
dibuka dan Nita mendaftar bersama Andin. Tanpa Nita tahu Andin mengambil
jurusan yang berbeda dengan Nita. Saat tahu hal itu Nita semakin tidak yakin
kepada dirinya sendiri. Rasa takut menjalin hubungan dengan orang baru memenuhi
kepalanya dan meracuni setiap tidurnya.
Rasa khawatir dan takut Nita semakin
dalam dan akhirnya Nita jatuh sakit. Selama sebulan Nita susah bernafas dan
hanya diam sampai disuatu malam Nita melihat ibunya jatuh sakit hanya karena
memikirkan Nita yang tidak pernah mau bicara. Melihat ibu yang paling dia
sayang jatuh sakit, dia mulai memberanikan diri untuk membuka mulutnya. Sambil
menangis dia mengatakan semua yang dia rasakan selama ini dan semua fikiran
yang mengganggunya.
Hari berlalu dan Nita pun mulai membaik.
Dia mulai terbuka dan mau berkomunikasi dengan keluarganya meskipun Nita belum
bisa berkomunikasi dengan orang lain. Sikap Nita ini berlangsung selama satu
tahun.
Tahun berganti tapi Nita masih dalam
diam. Untuk merubah sikap Nita, ibu dan kakaknya memutuskan untuk mendaftarkan
Nita ke sebuah universitas agar Nita bisa belajar berkomunikasi dengan orang
lain. Pertama masuk ke kampus Nita masih dalam diam dan tak bisa berkomunikasi
dengan orang lain selain teman SMAnya dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar