Sabtu, 07 Juni 2014

Cerpen Kesayuan Gadis Malang

Sumber : Riwayat dan Pengalaman Hidup Sang Penulis
Editor    : Erfany's Sandiaga
Nama tokoh disamarkan demi kerahasiaan 

KESAYUAN GADIS MALANG
Oleh : CS Rusdi

Nita adalah seorang gadis berusia 15 tahun, dia hidup sederhana dengan ibu dan ayahnya yang masih dalam kondisi struk. Meskipun seperti itu, Nita adalah remaja yang ceria dan ramah.
Pagi ini saat Nita mendengar suara lembut ibunya membangunkannya dari tidur dan membuatnya merasa lebih baik.
“Nita….!” Panggil ibunya.
“Iya bu” sahut Nita.
“Ayo bangun dan mandi!”
“Baiklah bu…”
Nita bangun dan turun dari tempat tidurnya untuk bergegas menuju kamar mandi. Selesai mandi, Nita pergi ke sekolah tanpa lupa pamit dan sarapan. Dalam perjalanan ke sekolah seperti biasa Nita menghampiri temannya terlebih dahulu. Sesampai di rumah temannya Nita harus menunggu temannya yang masih sarapan. Kemudian mereka berangkat menuju sekolahnya. Sesampai di sekolah, Nita dan Andin mengikuti pelajaran seperti biasa sampai saat pulang sekolah tiba. Dalam perjalanan pulang Nita memulai percakapan dengan Andin.
“Din, entah kenapa saya merasa hari ini lancar sekali. Mulai dari ibuku yang terlihat bahagia dan kondisi ayahku yang makin membaik…” tanya Nita.
“Bagus dong Nit?” Jawab Andin.
“Iyo sie, Alhamdulillah!” Sahut Nita sambil melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.
Sesampai di rumah dengan wajah bahagia Nita dikejutkan dengan tangisan ibunya. Nita bingung dan langsung masuk ke dalam rumah, tanpa disangka Nita melihat ayahnya yang terbujur kaku diatas ranjang kesayangan ayahnya. Saat melihat ayahnya, Nita hanya bisa diam dan menatap wajah ayahnya dalam-dalam sambil mengeluarkan air mata. Nita menangis dalam diamnya. Ibunya yang terlalu terpukul memeluk Nita dengan erat sambil berkata “Nita,… ayahmu?” sambil terus mengeluarkan air mata.
Tak ada kata dimulut Nita. Dia hanya bisa diam dan terpaku. Nita berjalan keluar rumah dan berhenti di sebuah pos kamlingdi kampungnya. Dia duduk diam sambil berfikir kenapa ini bisa terjadi?.
Andin tetangga sekaligus teman dekat Nita mendekatinya dan duduk disampingnya. Mereka duduk diam bersama-sama tanpa mengeluarkan sepatah kata pun selama 15 menit. Setelah 15 menit berlalu Nita menatap Andin dengan mata berkaca-kaca. Andin membalas tatapannya dan tiba-tiba Nita memeluk Andin sambil menangis dengan sangat keras.
“Sabarlah Nit… ini sudah takdirnya!” ucap Andin.
“Saya tak tahu harus bagaimana Din? Saya bingung! Pagi tadi saya baru saja melihat ayah saya membuka matanya, kenapa sekarang?” tanya Nita sambil menangis.
“Saya pun tak tahu Nit, tapi kalau ini yang terjadi berarti ini yang terbaik.” Jawab Andin.
Nita tak membalas pernyataan dari Andin, dia hanya bisa menangis. Tak lama Andin mengantar Nita pulang untuk ikut memandikan jenazah ayahnya. Tibalah waktu dimana jenazah almarhum ayah Nita dimakamkan. Di pemakaman Nita kembali terdiam karena tak pernah menyangka semua ini akan terjadi. Saat prosesi pemakaman selesai para pelayat melangkah meningngalkan pemakaman tapi Nita masih dalam diam duduk disamping makam ayahnya. Ibunya mengajaknya pulang ke rumah tetapi Nita menolaknya karena dia masih belum bisa menerima sepenuhnya keadaan yang terjadi pada ayahnya.
Selang berapa jam Nita baru bisa berfikir nyata dan mencoba menerima kenyataan. Dia berjalan pelan meninggalkan pemakaman menuju rumahnya.
Malam tiba dan pengajian pun dimulai. Saat pengajian dilakukan Nita hanya bisa diam di dalam kamarnya sambil mengenang kasih sayang yang diberikan ayahnya saat beliau masih hidup, itu berlangsung selama satu minggu.
Hari demi hari dia lalui dengan terus bertanya-tanya dalam benaknya atas apa yangn terjadi kepada ayahnya. Nita berubah menjadi gadis pendiam dan suka menyendiri, hanya Andin yang selalu menemani Nita dan mengerti perasaan Nita. Ibu dan kakak Nita pun khawatir dengan kondisi psikologis Nita karena  karena mereka tahu bahwa Nita sangat dekat dengan ayahnya.
Dengan berbagai cara keluarga Nita membujuk Nita untuk bercerita apa yang dirasakannya tetapi Nita tak pernah bicara. Sikap diam Nita berjalan selama hampir 3 tahun, dia menyimpan segala gejolak di dalam pikirannya dan kesedihan karena kematian ayahnya.
Waktu berjalan dan Nita pun lulus SMA. Saat kelulusan dia kembali merasa kehilangan ayahnya karena semua temannya datang untuk melihat pengumuman kelulusan dengan ayahnya sedangkan dia hanya ditemani kakak laki-lakinya. Setelah nita dinyatakan lulus dia bingung harus seperti apa dan berjalan kemana. Akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Universitas. Meskipun Nita tidak yakin bisa berkomunikasi dengan orang baru.
Pendaftaran masuk universitas telah dibuka dan Nita mendaftar bersama Andin. Tanpa Nita tahu Andin mengambil jurusan yang berbeda dengan Nita. Saat tahu hal itu Nita semakin tidak yakin kepada dirinya sendiri. Rasa takut menjalin hubungan dengan orang baru memenuhi kepalanya dan meracuni setiap tidurnya.
Rasa khawatir dan takut Nita semakin dalam dan akhirnya Nita jatuh sakit. Selama sebulan Nita susah bernafas dan hanya diam sampai disuatu malam Nita melihat ibunya jatuh sakit hanya karena memikirkan Nita yang tidak pernah mau bicara. Melihat ibu yang paling dia sayang jatuh sakit, dia mulai memberanikan diri untuk membuka mulutnya. Sambil menangis dia mengatakan semua yang dia rasakan selama ini dan semua fikiran yang mengganggunya.
Hari berlalu dan Nita pun mulai membaik. Dia mulai terbuka dan mau berkomunikasi dengan keluarganya meskipun Nita belum bisa berkomunikasi dengan orang lain. Sikap Nita ini berlangsung selama satu tahun.

Tahun berganti tapi Nita masih dalam diam. Untuk merubah sikap Nita, ibu dan kakaknya memutuskan untuk mendaftarkan Nita ke sebuah universitas agar Nita bisa belajar berkomunikasi dengan orang lain. Pertama masuk ke kampus Nita masih dalam diam dan tak bisa berkomunikasi dengan orang lain selain teman SMAnya dulu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar