Jumat, 17 April 2015

PROBLEMATIKA EJAAN, KATA, DAN PEMAKAIANNYA

PROBLEMATIKA EJAAN, KATA, DAN PEMAKAIANNYA


Jalan ialah pelambangan fonem dengan huruf (J.S. Badudu, 1984: 31). Ejaan didasarkan pada konvensi semata-mata. Artinya, lahirnya ejaan tersebut dari hasil persetujuan pemakai bahasa yang bersangkutan. Ejaan tersebut disusun oleh panitia yang terdiri dari beberapa ahli bahasa, kemudian disahkan atau diresmikan oleh pemerintah. Masyarakat pemakai bahasa mematuhi apa yang telah ditetapkan itu.
Persoalan ejaan bukanlah masalah yang sukar. Sekali kita menguasai cara menuliskan kata atau kalimat dengan baik, seharusnya kita tidak akan membuat kesalahan-kesalahan. Oleh sebab itu, kita dituntut untuk memberikan perhatian terhadap cara penulisan yang benar, apalagi bila pekerjaan kita dalam bidang tulis menulis. Tanpa mempelajarinya dengan baik, kita tidak akan pernah menguasainya dengan baik pula.
Ejaan yang dipakai di Indonesia sekarang ini adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EBIYD) atau sering disingkat EYD. Ejaan tersebut disusun oleh Lembaga Bahasa Nasional (LBN) dan disahkan oleh pemerintah pada tahun 1972. LBN tersebut telah dilebur ke dalam sebuah lembaga baru yang disebut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Bahasa yang salah kaprah banyak kita jumpai dalam pemakaian bahasa dewasa ini. Hal itu terjadi karena pemakai bahasa yang bersangkutan sebenarnya  tidak tahu secara pasti mengapa ia memilih bentuk kata orang lain karena ia tertarik akan bentuk itu, tanpa menyadari bahwa pilihannya itu salah. Bahasa (bentuk kata) yang banyak penyimpangannya dari kaidah yang berlaku, yang tidak bersistem, yang kacau, dan yang efektif bukanlah bahasa (bentuk kata) yang baik.
A.   EJAAN PEMBARUAN
Kekurangan-kekurangan dalam sistem Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) terasa oleh para ahli bahasa termasuk para pemakai bahasa. Itulah sebabnya, Kongres Bahasa Indonesia ke-2 yang dilangsungkan di Medan yang dilangsungkan pada tanggal 28 Oktober s.d. November 1954, diputuskan untuk menyusun kembali suatu ejaan lebih baik. Penyusun ejaan baru itu diserahkan kepada suatu badan yang ditunjuk oleh pemerintah.
Sebagai kelanjutan kongres Medan, dengan Surat keputusan PP dan K Nomor 448/S tanggal 19 Juli 1956 dibentuklah Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Mula-mula diketuai oleh Prof. Dr. Prijono (alm), kemudian diangkat menjadi Menteri PP dan K, tugasnya diserahkan kepada E. Kartopo.
Hasil pekerjaan panitia tersebut tidak pernah diumumkan secara resmi. Salah satu yang menarik dari pekerjaan panitia ini adalah percobaannya menghilangkan huruf-huruf rangkap seperti dj, tj, dan nj, dan menggantikan dengan huruf-huruf: j, c, n, dan n. karena j sudah dipakai pengganti dj, maka y dipakai untuk menggantikan j. vokal rangkap ai, au, dan oi, diubah menjadi ay, aw, dan oy.
Apabila ejaan pembaharuan ini sempat dijadikan ejaan resmi, tentulah pada waktu itu mesin-mesin tik dan mesin-mesin cetak harus mengadakan penambahan huruf-huruf baru. Jadi, hal itu mengalami problem besar bagi percetakan dan rental pengetikan.
Ejaan Melindo ialah singkatan Ejaan Melayu-Indonesia. Sebagai tindakan lanjutan persahabatan Indonesia-Persekutuan  Tanah Melayu yang diadakan pada tanggal 17 April 1959, maka pada tanggal 4 sampai 7 Desember 1959 di Jakarta diadakan sidang bersama antara Panitia Kerjasama Bahasa Melayu/ Bahasa Indonesia, diketuai oleh Prof. Dr. Slamet Mulyana dengan Jawatan Kuasa Ejaan Rumi Baharu Persekutuan Tanah Melayu dengan yang dipimpin oleh Syed Nasir bin Ismaiol. Hasil sidang itu ialah pengumuman bersama Ejaan Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia yang pada tahun 1961 diterbitkan oleh Departemen PP dan K Republik Indonesia. Dalam pengumuman bersama itu, dinyatakan bahwa kedua pemerintah akan meresmikan Ejaan Melindo itu selambat-lambatnya pada bulan Januari 1962.
Namun keputusan tersebut tidak pernah menjadi kenyataan karena peristiwa politik yang menimbulkan ketegangan-ketegangan, disusul oleh tindakan-tindakan pengganyangan terhadap Malaysia oleh pemerintahan Soekarno.
Ejaan Melindo yang dihasilkan oleh panitia itu hampir sama dengan Ejaan Pembaharuan. Bedanya hanyalah pada huruf tj. Ejaan Melindo memakai c pengganti tj. Huruf nj juga merupakan huruf baru, tetapi bentuknya agak lain, yaitu huruf n. huruf e benar seperti pada kata ekor, diberi garis di atasnya (c). jadi, seperti pada ejaan van Ophuysen. Demikian juga pada Ejaan Pembaharuan.
B.   PROBLEMA EJAAN
Sering banyak kita jumpai di dalam penulisan kata yang hurufnya bertukar-tukar. Misalnya, kata yang seharusnya ditulis dengan huruf f dan v dengan p atau kata yang seharusnya ditulis dengan f ditulis dengan v, kata yang seharusnya ditulis v ditulis orang dengan f atau sebaliknya.
Mengapa terjadi penulisan demikian? Sebagian orang tidak tahu dengan pasti huruf mana yang seharusnya digunakan. Ada juga orang yang menggunakan huruf p karena berpendapat bahwa kata-kata Indonesia haruslah ditulis dengan p bukan dengan f atau v yang biasa digunakan untuk menuliskan kata asing saja.
Di dalam Ejaan yang Disempurnakan (EYD) huruf f dan v tentu saja terjadi dalam sistem ejaan kita. Maksudnya huruf-huruf tersebut tidak lagi dianggap sebagai huruf asing. Karena itu, ada kata yang ditulis dengan f dan ada juga ditulis dengan v. Menurut EYD kata-kata baru bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa asing ditulis sedapat-dapatnya dengan jauh dari ejaan asalnya. Yang diubah hanya yang betul-betul perlu diubah saja. Misalnya:
Colaboration (Ing)                         menjadi kolaborasi
Administration (Ing)                       menjadi administrasi
Function (Ing)                                menjadi fungsi
Vocal (Ing)                                                menjadi vokal
Standardization (Ing)                     menjadi standardisasi
Contoh kata-kata di atas, kita perhatikan, bahwa /c/ pada contoh kata colaboration yang berbunyi /k/ diganti dengan huruf k. bunyi akhir –tion ditetapkan diganti dengan –si. Huruf yang lain tetap sehingga hasil pengindonesiaannya kolaborasi. Begitu juga pada kata admonistration bunyi akhir –tion diganti dengan –si, hasil pengindonesiaannya adalah administrasi. Pada kata function, bunyi /f/ tetap huruf f, namun bunyi akhir –tion diganti dengan –si. Untuk kata vocal, bunyi /v/ juga tetap ditulis dengan v sedangkan bunyi akhir /cal/ ditulis dengan kal. Dengan demikian pengindonesiaannya menjadi vokal. Demikian juga standardization, hanya /z/ yang diganti dengan s dan –tion diganti dengan –si. Hasilnya standardisasi. Kata itu kita pungut secara utuh dan hanya ejaannya yang kita sesuaikan dengan ejaan bahasa indonesia. Itulah sebabnya bentuk standarisasi bukan bentuk yang benar. Kita tidak mengambil standar (dari Standard) lalu kita tambah dengan akhiran –isasi menjadi standarisasi, tetapi menindonesiakan kata inggris di atas. Karena itu, / d / pada – disasi tidak usah dihilangkan.
C.   PEMAKAIAN HURUF KAPITAL
Untuk menyatakan gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan seperti hajah, haji, nabi, sultan, kita tuliskan huruf pertamanya dengan huruf kapital (huruf besar) apabila diikuti oleh nama orang. Jadi, kata-kata itu sekaligus dengan nama yang di belakangnya dipakai sebagai nama orang.
Misalnya:   Hajah Sutini
                  Haji Mansyur
                  Nabi Adam
                  Sultan Ageng Tirtoyoso
Tetapi perhatikan tulisan berikut:
Tirtoyoso, sultan ageng Banten, digelari juga pejuang yang gigih melawan penjajah Belanda. Kata “sultan” diawali dengan huruf kecil karena tidak diikuti nama orang. Contoh lain: Tahun ini Suhada bermaksud akan naik haji.
Nama pangkat atau jabatan seperti bupati, presiden, profesor, jenderal huruf pertamanya juga ditulis dengan huruf kapital apabila kata-kata itu diikuti nama orang.
Misalnya:   Bupati Rina Iriani
                  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Profesor Samsulhadi
Jenderal Sudirman
Tetapi perhatikan pula tulisan berikut:
Siapakah bupati Karanganyar tahun 2010 ini?
Universitas Sebelas Maret awal tahun 2010 ini telah memiliki 116 profesor.
SBY baru saja dilantik menjadi presiden.
Kata nama seperti: Indonesia, Belanda diberi imbuhan me-kan, ke-an, atau di-kan kata tersebut dituliskan serangkai dengan imbuhannya dan huruf kapital pada awal kata itu diganti dengan huruf kecil.
Perhatikan contoh berikut:
Mengindonesiakan kata-kata asing itu perlu pemikiran yang cermat.
Cara seperti itu masih kebelanda-belandaan.
Kata book diindonesiakan menjadi kata buku.
Nama-nama seperti bangsa, suku, dan bahasa huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
bangsa India
suku Jawa
bahasa Inggris
Bagaimana menulis singkatan gelar kesarjanaan? Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEBIYD) nama gelar dan sapaan yang disingkatkan ditulis sebagai berikut:

Dr.             Doktor                         S.H.                Sarjana Hukum
Sdr.           Saudara                      Ny.                  Nyonya
dr.              dokter                          Ir.                     Insinyur
Prof.          Profesor                      S.S.                 Sarjana Sastra
S.E.           Sarjana Ekonomi        Suyadi, S.E.
Prof. I. Dewa Putu W                    Ch. Triastuti, S.Pd.
Coba perhatikan! Singkatan gelar S.H., S.Pd., S.E., S.S. di belakang nama dituliskan sesudah tanda koma di belakang nama itu. Gelar itu sendiri diberi titik di belakang huruf singkatannya.
Bagaimana pula penulisan singkatan untuk nama lembaga dan produk hukum? Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEBIYD) singkatan untuk nama lembaga dan produk hukum yang disingkatkan ditulis sebagai berikut.
SMP                      Sekolah Menengah Pertama
MPR                      Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPU                      Dinas Pekerjaan Umum
UUD                      Undang Undang Dasar
UU                         Undang Undang
SKB                       Surat Keputusan Bersama
Sebagai kata ganti atau sapaan huruf pertama kata-kata, seperti adik, kakak, saudara, paman ditulis dengan huruf kapital. Bila tidak dipakai sebagai kata sapaan ditulis dengan huruf kecil saja.
Misalnya:               Hari Jumat minggu depan Paman akan datang ke Solo.
Ini apa, Pak?
Buku Saudara sudah saya kembalikan kemarin.
Apakah Adik Totok sudah makan?
Tetapi kalau kata ganti atau sapaan langsung maka huruf pertamanya ditulis dengan huruf kecil saja.
Misalnya:               Kita harus menghormati ibu dan bapak kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Semua bupati dan gubernur hadir dalam acara itu.



D.   MEMBEDAKAN “DI” KATA DEPAN DENGAN “DI” SEBAGAI AWALAN
Ejaan baru kita atau Ejaan yang Disempurnakan hingga sekarang ini sudah hampir empat dasawarsa atau 40 tahun dari peresmiannya pada tanggal 16 Agustus 1972. Namun, sampai hari ini kita lihat masih banyak kesalahan yang dibuat oleh pemakai bahasa ini dalam menuliskan kata atau kalimat. Kesalahan tersebut berupa penggunaan huruf kapital dan huruf kecil, penggunaan koma, titik koma, titik dua, penulisan frasa yang terpisah atau diserangkaikan masih saja kacau. Hal ini disebabkan oleh kekurangan penguasaan ejaan bagi pemakai bahasa tersebut.
Masalah ejaan sebenarnya bukan merupakan hal yang sukar. Sekali kita menguasai menuliskan kata atau kalimat dengan baik, seterusnya kita tidak akan membuat kesalahan-kesalahan. Oleh sebab itu, kita dituntut untuk memberikan perhatian yang besar terhadap cara penulisan yang benar. Tanpa mempelajari dengan sungguh-sungguh, kita tidak akan pernah menguasasianya dengan baik.
Masalah kata depan, “di” dan awalan “di”. Sampai sekarang masih banyak kita lihat kesalahan dibuat orang dalam menuliskan kata yang berawalan di- atau berkata depan di. Dalam surat-surat kabar dan majalah pun masih banyak kita temukan kesalahan, padahal mudah sekali membedakan mana bentuk di yang harus ditulis dengan terpisah dari kata yang mengikutinya dan mana bentuk di yang harus dirangkaikan.
Awalan di- hanya terdapat pada kata kerja baik kata kerja berakhiran –kan atau –I maupun tanpa akhiran-akhiran itu.
Misalnya:
Disepak, disepakkan, disepaki
Ditembak, ditembakkan, ditembaki
Kata kerja yang berawalan di- tersebut ialah semua kata yang menjadi jawab pertanyaan diapakan dia, atau diapakan benda itu. Hal ini adalah salah satu cara mengenal kata dengan awalan di-. Cara yang kedua, ialah bahwa kata-kata kerja yang berawalan di- mempunyai bentuk lawan awalan me-.
Misalnya:               disepak lawannya menyepak
disepakkan lawannya menyepakkan
disepaki lawannya menyepaki
Jadi, kalau kita ragu apakah di pada kata itu dirangkaikan, kita cobalah membentuk lawan kata itu dengan cara di atas. Apabila ada lawan bentuknya dengan awalan me-, pastilah bentuk di- pada kata itu adalah awalan dan oleh karenanya haruslah dirangkaikan.
Kata depan di memang harus ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya karena di jenis ini mempunyai kedudukan sebagai kata. Fungsinya menyatakan “tempat”. Cara mengenalnya mudah sekali. Semua kata yang menjadi jawab pertanyaan di mana pastilah kata yang mengandung kata depan di, karena itu jawaban itu harus ditulis duapatah kata yang terpisah (J.S. Badudu, 1996).
Berdasarkan penjelasan tersebut kata seperti di atas, di sana, di tepi, di sini, di belakang pun harus dituliskan terpisah sebagai dua patah kata seperti di rumah, di kebun, di sekolah, di pantai. Cara di atas untuk mengenal bentuk di tersebut kata depan ialah bahwa kata depan di itu mempunyai pasangan yaitu kata depan dari, dan ke.
Contoh:     di sini ke sini dari sini
di rumah ke rumah dari rumah
di toko ke toko dari toko
Namun demikian, ada bentuk kekecualian. Kata kepada dan daripada selalu harus dituliskan serangkai sebagai sepatah kata saja. Selanjutnya, kata kemari juga dituliskan serangkai sebagai sepatah kata karena tidak ada pasangannya di mari dan dari mari. Selain itu, kata ke luar lawan kata ke dalam harus dibedakan dari kata keluar lawan kata masuk. Bentuk kata keluar ini merupakan kata kerja.
Contoh :    Tutik keluar dari pintu samping.
Dari tadi Siti selalu memandang ke luar.
E.    PROBLEMA PARTIKEL “PUN” BAHASA INDONESIA
Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga macam “pun”. Ketiga macam pun tersebut sebagai berikut:
Pertama, “pun” sebagai bentuk klitika, yaitu unsur yang melekat pada unsur yang lain. Dengan perkataan lain pun yang melekat pada kata yang mendahuluinya sebagai klitika. Kata-kata itu ialah: walaupun, sekalipun, biarpun, sungguhpun, kendatipun, adapun. Kata-kata seperti ini termasuk jenis kata tugas yaitu kata-kata yang berfungsi penghubung atau pengantar kalimat.
Misalnya:
Walaupun hari hujan, saya tetap akan hadir pada rapat itu.
Adapun maksud saya datang kemari ialah untuk menjelaskan perkara itu.
Kalaupun Saudara mau, ayah dan ibu Saudara tetap tidak akan mengizinkannya.
Kedua, “pun” yang berfungsi sebagai kata penuh yaitu yang bersinonim dengan kata juga. Kita perhatikan contoh kalimat berikut:
Jangankan kamu, saya pun tidak diundang pada rapat itu.
Selain siswa, guru pun akan ikut berangkat ke Sala pada tutup tahun itu.
Ketiga, “pun” yang berfungsi sebagai kata-kata yang menyatakan perlawanan. Seperti pada kata-kata meskipun, biarpun, kendatipun, sungguhpun, walaupun.
Contoh:
Berdiri pun si sakit itu tak sanggup, apalagi disuruh berjalan. (walaupun berdiri).
Diberi pun tidak mau aku menerimanya, apalagi disuruh membeli. (meskipun diberi)
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menarik simpulan bahwa pun yang dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya ialah pun yang menyertai kata kerja, kata ganti, kata benda, kata sifat. Perhatikan sekali lagi contoh di bawah ini!
1)    Makan pun dia tidak mau. (makan = kata kerja)
2)    Dia pun tidak disapanya. (dia = sapaan/orang)
3)    Putih pun termasuk warna pilihanku (putih = kata sifat)
4)    Murah pun harganya aku tidak mau membeli. (murah = kata sifat)
5)    Satu sekolah pun tidak ada bangunan di daerah itu. (sekolah = kata benda)
F.    PROBLEMA GABUNGAN KATA DAN PENGULANGANNYA
Masalah pengulangan gabungan kata bawah ini ada seseorang mengajukan pertanyaan kepada saya. Mana yang benar, orang-orang tua atau orang tua-orang tua? Untuk itu perlu dijelaskan dahulu tentang kata orang tua itu. Ada dua hal, yang pertama orang tua yang berupa kata majemuk berarti “ibu bapak” dan yang kedua, frasa yang berarti “orang yang tua”. Karena kedua kata itu berbeda dengan bentuk dan maknanya, maka bentuk ulangannya pun memang harus dibedakan. Perhatikan kalimat di bawah ini!
a.    SMA Negeri X itu mengadakan pertemuan antara guru-guru dengan orang-orang tua murid.
b.    Perkumpulan PWRI Cabang Surakarta itu anggotanya hanyalah orang tua-tua.
Dengan bentuk pengulangan kata itu dalam kedua kalimat di atas, jelas kepada kita bahwa orang-orang tua murid ialah “para ibu bapak murid” , sedangkan orang tua-tua ialah orang yang sudah tua” (dalam pengertian jamak).
Pengulangan kata tua menjadi tua-tua memang menekankan pada sifat tua sebagai lawan sifat muda. Kalau dikatakan orang tua-tua atau orang muda-muda tentulah yang dimaksud bukan seorang, tetapi banyak.
Ada juga yang mengusulkan agar kata majemuk orang tua ‘ibu bapak’ sebaiknya diulang seluruhnya menjadi orang tua-orang tua. Mengapa demikian ? hal ini sesuai dengan kaidah bahasa indonesia yang berlaku bahwa kata majemuk itu merupakan satu kesatuan arti dan bentuk. Dengan demikian, kata majemuk itu merupakan satu kata. Namun, yang seperti ini menyalahi kaidah bahasa asal bahasa indonesia, yaitu bahasa melayu. Di dalam bahsa melayu, baik kata majemuk maupun kelompok kata (frasa) yang diulang hanyalah konstituen pokoknya, sedangkan pewatasnya tidak usah diulang. Misalnya:
Rumah-rumah makan bukan rumah makan-rumah makan
Meja-meja tulis bukan meja tulis-meja tulis
Namun, harus kita akui bahwa ada yang berubah dalam bahsa indonesia sehingga tidak lagi sama dengan bahasa melayu dahulu. Di dalam buku tata bahasa baku bahsa indonesia (TBBBI) yang dikeluarkan oleh pusat bahasa ada kata yang terbentuk dari dua morfem yang dituliskan serangkai seperti sepatah kata saja. Misalnya, kacamata, matahari, olahraga, saputangan, hulubalang. Kalau kata gabung itu dituliskan serangkai seperti itu, tidak lagi dipersoalkan bagaimana bentuk ulangnya sekiranya kata-kata itu akan diulang. Tentulah diulang seluruhnya, kacamata - kacamata, matahari - matahari, olahraga - olahraga, saputangan - saputangan, hulubanlang - hulubalang.
Usul agar kata-kata gabung itu ditulis serangkai akan menimbulkan kesukaran dalam dalam membaca karena terlalu banyaknya huruf yang dirangkaika. Makin panjang kata makin sukar dibaca. Misalnya, keretaapicepatmalam yang dituliskan seperti itu lebih sukar dibaca daripada yang dituliskan kata demi kata: kereta api cepat malam. Apalagi kalau diulang menjadi keretaapicepatmalam-kerataapicepatmala. Oleh karena itu, dalam bahasa melayau, yang diulang itu hanya konstituen pokoknya sehingga menjadi kereta api cepat malam.
Dalam bahasa indonesia dewasa ini, ada kecederungan orang untuk selalu mengulang kata benda bila ingin menyatakan jamak. Padahal, dalam bahasa kita ada cara lain untuk menyatakan jamak itu yaitu dengan menggunakan kata seperti semua, banyak, beberapa, segala, seluruh. Alih-alih mengatakan negara-negara kita katakan beberapa negara atau banyak negara.
Frasa adalah gabungan dua unsur atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Artinya, gabungan unsur tersebut hanya menduduki fungsi tertentu, misalnya hanya sebagai subjek atau predikat saja. Bagaimana menuliskan gabungan unsur (kata) tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku ? di dalam buku dikatakan sebagai berikut.
  1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk termasuk istilah khusus, bagian-bagiannya ditulis terpisah.
Misalnya:
meja makan                            mata pelajaran
orang tua                                 kambing hitam
duta besar                               bus malam
kereta api cepat                      rumah sakit umum
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk seperti contoh di atas, bila diulang seluruhnya. Perhatikan beberapa contoh di bawah ini !
meja makan – meja makan
orang tua – orang tua
duta besar – duta besar
kereta api cepat – kereta api cepat
mata pelajaran – mata pelajaran
kambing hitam – kambing hitam
bus malam – bus malam
rumah sakit umum – rumah sakit umum
  1. Gabungan kata, termasuk istilah khusu, yang mungkin menimbulkan salah pengertian, dapat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian diantara unsur (kata) yang bersangkutan.
Misalnya :
buku geigrafi-baru                   watt-jam
mesin-hitung tangan               anak-istri
alat pandang-dengar               ibu-bapak
Perhatikan perbedaan gabungan kata dalam kalimat di bawah ini !
a.    Anak-istri Paman semuanya sudah menikah. (yang dimaksudkan ialah anak Paman dan istri Paman).
b.    Anak istri-paman yang menjadi tanggungan Paman dua orang. (yang dimaksudkan ialah anak bawaan istrinya, yaitu anak istrinya dari suaminya yang dahulu, anak tiri Paman).
c.    Sekarang masih ada dipakai mesin-hitung tangan. (yang dimaksudkan ialah mesin untuk menghitung yang digerakkan dengan tangan, bukan listrik atau dengan alat lain).
Jadi, kalau dalam penulisan mungkin timbul makna ganda, gunakanlah garis tanda hubung untuk memperjelas makna yang dimaksudkan. Tulisan buku geografi baru dapat diartikan 1) yang itu bukunya; 2) yang baru geografinya. Kalau yang dimaksud yang petama, anda bubuhkanlah tanda hubung di antara kata yang pertama dan yang kedua (buku-geografi baru), sedangkan juka pengertian kedua yang Anda maksudkan, bubuhkanlah garis tanda hubung itu diantara ketakedua dan ketiga (buku geografi-baru).
Dari contoh diatas, dapat diketahui bahwa frasa (kata gabung) selalu harus kita tuliskan terpisah sebagai dua kata. Di depan (awalan) maupun dibelakang (akhiran) masih tetap dituliskan terpisah sebagai dua patah kata tetapi apabila frasa maka frasa (kata gabung) itu dalam bentuk baru dengan awalan dan akhiran dituliskan serangkai sebagai sepatah kata.
Perhatikan contoh di bawah ini !
Misalnya :
tanggung jawab                                   beri tahu
bertanggung jawab                             diber tahu
mempertanggungjawabkan                memeberitahukan
pertanggungjawaban                          pemberitahuan
  1. Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai :
Misalnya :
barangkali                               apabila
silaturahmi                               bagaimana
padahal                                   matahari
daripada                                  peribahasa
kepada                                    bumiputra
bismilah                                   manakala
halalbihalal                              syahbandar
alhamdulillah                           bilamana
Ada bentuk (unsur) bahasa yang hanya muncul dalam bentuk gabungan. Maksudnya bentuk bahasa tidak pernah berdiri sendiri, tetapi selalu muncul berkombinasi dengan unsur yang lain. Bentuk seperti itu harus selalu dituliskan serangkai dengan unsur lain yang delekati itu.
Misalnya:
            caturwulan                                          politeknik
            prasangka                                           swadaya
            mahasiswa                                          pancasila
            antardesa                                            semipermanen
            tripitaka                                               internasional
            intransitif                                              ultramodern

            Kalau kata yang dilekatinya itu berhuruf awal huruf kapital, maka antara unsur gabung itu dengan kata yang dilekatinya diberi garis tanda hubung. Misalnya: pan-Afrika, non-jawa, se-Kabupaten X.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar