Senin, 20 April 2015

Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)

PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)


Pendekatan Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi  yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.  Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Pendekatan kontekstual atau CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu :
1.      Kontruktivisme (Contructivism)
Dalam pandangan ini, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks ruang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan di benak mereka sendiri (depdiknas, 2002:11). Pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada pada diri siswa dimanfaatkan dan siswa dilibatkan secara aktif, kreatif, produktif, dalam proses pembelajaran dan diberikan pengalaman memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan nyata atau dalam konteks permasalahan yang ada dalam kehidupan nyata atau dalam konteks bermakna (Depdiknas, 2004:6).
Pandangan kontruktivisme berpendapat bahwa manusia mengontruksi sendiri pengetahuan yang diperolehnya berdasarkan pada skemata atau prior knowledge yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kemajemukan cara memperoleh pengetahuan dan memberikan sesuatu sah adanya. Kontruktivisme sangat menghargai kemajemukan dan tidak menyarankan keseragaman (Depdiknas, 2004:26).
Dengan dasar tersebut, pembelajaran dikemas menjadi proses “mengontruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan kontruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitaskan proses tersebut dengan : (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar (Depdiknas, 2002:11).
2.      Menemukan (Inquiry)
Kata kunci dari strategi inkuiri adalah “siswa menemukan sendiri”. Langkah-langkah kegiatan inquiry adalah : (1) Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun). (2) mengamati dan melakukan observasi. Misalnya, mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati. (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya. (4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiens yang lain. Misalnya, karya siswa disampaikan pada teman sekelas atau orang banyak untuk mendapatkan masukan (Depdiknas, 2002:13). Melalui inkuiri siswa diberi kesempatan  untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah, serta meningkatkan potensi intelektualnya (Mulyasa, 2004:107).
3.      Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting, yaitu untuk menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi, (2) mengecek pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahu seberapa jauh keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian pada suatu yang dikehendaki dosen, (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa (Depdiknas, 2002:14).
4.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Learning community  merupakan salah satu teknik dalam pendekatan kontekstual. Dengan tekhnik ini pembelajaran diperolah dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui shering  antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Kegiatan ini akan terjadi bila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya dan tidak ada pihak yang menganggap dirinya yang paling tahu. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
5.      Pemodelan
Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh karya, cara melafalkan bahasa inggris, dan sebagainya. Dalam pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Contoh pemodelan di kelas, misalnya guru bahasa indonesia menunjukkan teks berita dari sebuah harian sebagai modal berita (Depdiknas, 2004:6).
6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Siswa mendapatkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Kunci dari refleksi adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru (Depdiknas, 2002:18).
Refleksi merupakan juga bagian penting dalam proses pembelajaran yang perlu dilakukan pada setiap akhir segmen pembelajaran atau akhir pembelajaran karena dengan adanya refleksi dapat diketahui apa yang diperoleh siswa dan bagaimana proses pemerolehannya (Depdiknas, 2004:7).
7.      Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran dengan benar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan diakhir periode (semester) pembelajaran, tetapi dilakukan bersama secara terintergrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Oleh karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran (Depdiknas, 2002:19).
Gibbs, (1972) (dalam Mulyasa, 2004:106) menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya, kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut dapat diterapkan atau ditransfer dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, siswa akan lebih kreatif jika: (1) dikembangkan rasa percaya diri pada mereka, dan mengurangi rasa takut. (2) memberi kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah. (3) melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya. (4) memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter. (5) melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan (Fenolingua, Agustus 2008).



Langkah-langkah Pembelajaran CTL
Secara sederhana langkah penerapan CTL dalam kelas adalah sebagai berikut:
1.      Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengontruksikan sendiri, pengetahuan dan keterampilan barunya!
2.      Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik!
3.      Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya!
4.      Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok)!
5.      Hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran!
6.      Lakukan refleksi diakhir pertemuan!
7.      Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara!

Ciri Kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual
1.      Pengalaman nyata
2.      Kerja sama saling menunjang
3.      Gembira, belajar dengan bergairah
4.      Pembelajaran terintegrasi
5.      Menggunakan berbagai sumber
6.      Siswa aktif dan kritis
7.      Menyenangkan, tidak membosankan
8.      Shering dengan teman
9.      Guru kreatif

Penerapan Pendekatan CTL dalam Pembelajaran Menulis
Penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran menulis dilakukan dengan mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila tujuh komponen CTL diterapkan secara nyata selama proses pembelajaran menulis berlangsung.
Penerapan pembelajaran menulis dengan pendekatan kontekstual atau CTL dapat dilaksanakan dengan langkah: (1) mengamati objek yang akan ditulis, (2) mencatat unsur-unsur penting dari objek yang akan ditulis; (3) menyusun kerangkan tulisan; (4) menulis sesuai dengan objek yang akan diamati dan kerangka tulisan yang telah disusun; (5) membentuk kelompok untuk diskusi; (6) mendiskusikan hasil tulisan; dan (7) memperbaiki hasil tulisan berdasarkan hasil diskusi dan arahan dosen atau guru (fenolingua, Agustus 2008, tahun 16, nomor 2).
Guru dapat pula mengembangkan cara lain dalam pembelajaran dalam menulis dengan CTL melalui penerapan tujuh langkah. Adapun langkah-langkah konkret dalam pembelajaran menulis dengan menerapkan tujuh komponen CTL adalah sebagai berikut.
1.      Inkuiri
Pelaksanaan proses belajar menulis (mengarang) dilaksanakan dalam tahap pra menulis, menulis, dan pasca menulis. Pada tahap pra menulis, siswa dilarang untuk dapat menghasilkan ide atau gagasan dari pengetahuan atau pengalaman yang dimilikinya. Siswa dilatih untuk dapat mengembangkan daya imajinasinya melalui kegiatan menemukan (inkuiri). Kegiatan inkuiri dalam pembelajaran menulis diwujudkan melalui kegiatan menemukan topik, judul, dan ide pokok karangan berdasarkan pengalaman nyata para siswa yang dituliskan dalam kerangka (draf) kerangka yang dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan, bertanya, dan menyimpulkan.
2.      Bertanya
Bertanya merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari orang lain. Dalam pembelajaran menulis, bertanya (tanya-jawab) dilakukan sebagai ajang tukar pengetahuan atau pengalaman diantara para pelaku belajar. Kegiatan bertanya dilakukan dengan cara mengelompokkan para siswa dalam beberapa kelompok belajar. Para siswa dalam satu atau antar kelompok melakukan kegiatan bertanya untuk memperoleh pengetahuan atau informasi dari temannya yang dapat digunakan untuk bahan dalam mengembangkan karangan.
3.      Konstruktivisme
Langkah konkret melalui proses yang dilaksanakan dalam menulis (mengarang) pada elemen ini dilakukan dalam tahapan-tahapan tertentu secara runtut. Tahapan mengarang diawali dari menentukan topik dan judul karangan, menyusun kerangka karangan, mengembangkan paragraf menjadi karangan. Dengan cara yang demikian, hasil karangan atau tulisan para siswa menjadi lebih baik atau optimal.
4.      Masyarakat Belajar
Kegiatan menulis (mengarang) dapat dilakukan melalui kerjasama teman dalam kelompok atau teman antar kelompok. Pengetahuan yang dibangun melalui kerjasama dengan teman, dapat digunakan sebagai acuan pola pikir setiap individu siswa.
Masyarakat belajar yang diterapkan pada pembelajaran menulis, membuat siswa merasa terbantu dalam proses belajarnya untuk dapat menghasilkan karangan yang lebih baik dibandingkan dengan pola belajar secara individu. Implementasi pada kegiatan menulis dapat diwujudkan dalam kegiatan menentukan topik karangan, dan menyusun kerangka karangan. 
5.      Pemodelan
Implementasi terhadap pembelajaran menulis pada elemen pemodelan adalah dengan memberi model atau contoh karangan yang baik dan benar. Pemberian model dalam pembelajaran menulis dapat mengefektifkan proses pembelajaran. Dengan memberikan contoh pola karangan kepada siswa, mereka merasa lebih mudah dalam mengerjakan tugas dari gurunya melalui pola yang telah dicontohkan.
6.      Penilaian Otentik
Elemen penilaian otentik dalam pembelajaran menulis dilakukan dengan memberi latihan kepada para siswa untuk menilai karangan teman dan karangan sendiri secara objektif. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka melatih siswa memiliki sifat kejujuran dalam bekerja.
7.      Refleksi
Dalam kegiatan menulis (mengarang), refleksi sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan ide atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau karangan. Kegiatan refleksi dilakukan pada setiap proses pembuatan karangan mulai dari tahap penentuan topik karangan sampai kegiatan merevisi atau memperbaiki karangan.

Contoh Skenario Pembelajaran Kontekstual untuk Bahasa Indonesia
Pengorganisasian : Kelompok kecil 4-5 orang
Standar Kompetensi :
Setelah mengikuti kukliah mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi mengenai ruang lingkup perencanaan pengajaran bahasa, pengembangan rumusan tujuan pembelajaran bahasa, pengembangan evaluasi pengajaran bahasa, pengembangan strategi dan metode pengajaran bahasa, pengembangan materi ajar bahasa, ranah-ranah tujuan pengajaran, komponen-komponen, dan dapat mengembangkan RPP yang ideal.

Kompetensi Dasar:
Dapat memahami konsep rumusan tujuan pembelajaran, ranah-ranahnya, komponen-komponennya, dan dapat mengembangkan rumusan tujuan pembelajaran yang ideal.

Indikator :
1.      Dapat mendeskripsikan ranah-ranah tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
2.      Dapat mengidentifikasikan komponen-komponen tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
3.      Dapat membuat rumusan tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam 3 ranah.

Pola Pembelajaran :
1.      Melalui diskusi mahasiswa dapat mendeskripsikan ranah-ranah tujuan pembelajaran dengan tepat.
2.      Melalui disukusi mahasiswa dapat mengidentifikasikan komponen-komponen tujuan pembelajaran dengan tepat.
3.      Melalui diskusi mahasiswa dapat membuat rumusan tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan ideal.

Contoh Pola Pembelajaran CTL Bahasa Indonesia :
(Contextual Teaching and Learning) dengan langkah-langkah: questioning, modeling, learning community, contructivism, inquiry, reflection, autentic assessment.
Langkah-langkah perkuliahan :
1.      Kegiatan Awal :
Dosen menjelaskan tujuan perkuliahan data teknis belajar.
2.      Kegiatan Inti :
1)      Eksplorasi : mahasiswa membahas kasus-kasus yang terkait dengan rumusan tujuan pembelajaran yang salah
2)      Elaborasi : mahasiswa belajar dalam kelompok untuk mendiskusikan masalah yang diundi oleh dosen kemudian mempresentasikannya.
3)      Konfirmasi : mahasiswa dan dosen bersama-sama membahas analisis dan solusi yang sudah dibuat oleh kelompok mengenai rumusan tujuan yang salah. Dosen memberikan reward and punisment bagi pekerjaan mahasiswa.
3.      Kegiatan Akhir :
Mahasiswa menyimpulkan hasil komentar dari setiap presentasi kelompok dan dosen melakukan refleksi.
Alat, Bahan, Sumber Belajar
Alat : Papan tulis, spidol, laptop, LCD proyektor.
Bahan : paper, handout, teks.
Buku Perencanaan Pengajaran Bahasa karya Dr. Esti Ismawati, M.Pd. Penerbit Cawangmas Yogyakarta tahun 2009 halaman 17-39.
Buku PPSI Karya Abdul Ghofur penerbit CV Samudra Salatiga.
Penilaian
Teknik : Tes Unjuk Kerja
Bentuk Instrumen :
1)      Buatlah contoh rumusan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia ranah kognitif.
2)      Buatlah contoh rumusan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia ranah afektif.

3)      Buatlah contoh rumusan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia ranah psikomotorik.